SANG
JAWARA
DARI
DESA
Karya : Afin
Layla Sofiana
BELAJAR. Ya, itulah tugas dari
seorang pelajar. Belajar dimulai sejak TK, SD, SMP, SMA bahkan hingga perguruan
tinggi. Sekarang aku berada di tingkat ke empat, yaitu SMA. Tapi aku mempunyai
pengalaman yang sangat berkilau. Ialah ketika aku duduk di bangku SMP. Yups.
Masa dimana aku mengenal indahnya cinta dan perihnya luka. Selain itu, aku juga
merasakan sesuatu yang sangat beda, yang tak terbayangkan sebelumnya. Apa
itu??? PRESTASI. Ya, prestasi.
Dulu… (baru 10 bulan yang lalu sih,
hehe…) aku bersekolah di suatu SMP yang favorit, SMP yang megah, dan SMP yang
telah banyak mencetak siswa-siswi berprestasi. SMP itu ialah SMP Negeri 1
Ajibarang. Aku sangat bersyukur sekali bisa bersekolah di SMP tersebut selama 3
tahun tanpa harus mengulang. Hehe…
Tiga tahun yang lalu…
“Afiiiiiiinnnnnn……………???”
panggil temanku, Via.
“Iyah,
ada apa Vi ?” tanyaku sopan.
“Selamat
kawan, kamu peringkat satu.” ucap Via sembari memeluk tubuhku.
Sejenak aku terdiam. Entah apa yang
aku pikirkan. Bingung, tidak percaya, senang, dan masih banyak perasaan yang
aneh yang menyelimuti pikiranku.
“Hei
Fin. Kok bengong sih? Kamu peringkat satu lho. Kamu hebat Fin.” puji Via.
“Ha???
Masa sih Vi??? Tidak mungkin aku peringkat satu. Di SMP ini masih banyak siswa
yang lebih pinter dari aku. Mana mungkin anak dari desa seperti aku ini bisa
ikut peringkat??? Apalagi peringkat satu. Mustahil.” jawabku sekenanya.
“Kok
kamu bilang gitu sih Fin? Kalau tidak percaya ayo kita lihat ke papan
pengumuman.” Via meyakinkan.
Dengan
sekonyong-konyong, kakiku melangkah mengikuti ajakan Via menuju ke papan
pengumuman. Wouww.. suasana sangat ramai. Sebagian siswa rela berdesak-desakan
untuk melihat hasil dari belajar mereka setelah mengikuti Ulangan Akhir
Semester Gasal. Dengan suasana seperti itu, Via tetap memaksaku untuk menerobos
ke dalam kerumunan tersebut.
NO.
|
NAMA
|
KELAS
|
PERINGKAT
|
1.
|
AFIN LAYLA SOFIANA
|
VII F
|
1
|
2.
|
MAIDA YUNIAR BENITA
|
VII C
|
2
|
“Ini
namaku Vi???” tanyaku ragu.
“Iyah.
Itu nama kamu. Afin Layla Sofiana.” jawab Via bersemangat.
“Aku
peringkat satu beneran nih ???” tanyaku masih belum percaya.
“Ya
Allah, Afin… Iyah. Sebagai sahabatmu aku senang sekali kamu bisa meraih
peringkat satu.” ucap Via bangga.
Setelah
aku keluar dari kerumunan tersebut, teman-teman yang satu kelas denganku
memberikan ucapan selamat kepadaku. Ya Allah… Terimakasih atas nikmat yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku. Aku tidak menyangka bisa meraih peringkat
satu. Aku bisa mengikuti teman yang lain saja rasa syukurku amat membuncah.
Apalagi bisa seperti. Wwoouuwww sekali. Hehe…
Dalam
suasana bahagia, tiba-tiba datang seorang siswi yang seangkatan denganku.
Dengan postur tubuh agak tinggi, berkulit sawo matang, dan rambut bergelombang
di ikat satu. Dia langsung memarahiku.
“Heh!!!
Kamu yang namanya Afin yah? Anak kelas VII F ?” tanya dia dengan muka agak
menyeramkan.
“Iyah…
Maaf, kamu siapa yah?” jawabku kaget dan ragu.
“Aku
Maida kelas VII C. Aku tidak terima kamu bisa peringkat satu!!!” nada ucapannya
agak tinggi.
“Lho…
Memangnya kenapa tho?” tanyaku heran.
“Rata-rata
nilai raport kamu berapa?”
“85,17.”
“Tuh
kan… Nilai rata-rataku 85,50. Kenapa kamu bisa peringkat satu?” serunya.
“Aku
nggak tahu Mai. Coba daftar peringkatnya dilihat lagi. Mungkin ada yang salah.”
perintahku.
Maida
pun melihat ke papan pengumuman. Aku tetap berdiri di tempat, menunggu Maida.
Banyak siswa yang melihat kejadian tersebut. Mereka kelihatan heran melihat
tingkah laku kami. Beberapa saat kemudian, Maida keluar dari kerumunan.
“Hahahahaa……” Maida tertawa.
“Kok ketawa Mai? Ada yang salah?”
tanyaku bingung.
“Ini itu nilai asli, bukan nilai
raport. Pantes aja kamu peringkat satu, nilai UAS kamu lebih tinggi dari aku.
Hehe…” jawab Maida penuh malu.
“Oh… begitu. Aku minta maaf Mai kalau
aku sudah peringkat satu.” ucapku memelas.
Maklum. Aku ini benar-benar asli
dari desa. Tidak punya nyali. Berbeda dengan Maida. Dia orang kota. Tepatnya
kota Ajibarang Kulon. Hehe…
Hari demi hari berlalu. Tapi
kejadian itu tetap saja melayang-layang dalam memoriku. Bertemu dengan Maida
bagaikan bertemu dengan seorang monster. Menyeramkan. Suatu ketika, Maida
datang ke kelasku untuk berjumpa dengan temannya. Tanpa pikir panjang, aku
langsung bersembunyi di bawah meja. Hahaa… Gokil abiiss…
Satu tahun berlalu. Kini aku duduk
di kelas VIII C. sedangkan Maida masuk ke kelas VIII B. Masih tetangga. Hehe…
Tapi seiring berjalannya waktu, rasa takut yang menyelinap dalam benakku lambat
laun mulai menghilang. Karena sering berjumpa dan berbincang-bincang masalah
pelajaran. Aku merasa beruntung bisa mempunyai teman seperti Maida.
Kelas VIII merupakan kesempatan
untuk meraih prestasi sebanyak-banyaknya. Karena di kelas VIII banyak ajang
perlombaan yang sasarannya adalah siswa-siswi kelas VIII. Alasan lain ialah karena
kelas VII baru menyesuaikan diri dengan sekolah yang baru. Sedangkan siswa
kelas IX harus sudah fokus untuk menghadapi berbagai ujian untuk mencapai
kelulusan.
Suatu hari, ada salah satu ajang
perlombaan, yaitu LCC PKN. Salah satu guru PKN, Bu Sari menunjuk Maida untuk
mengikuti lomba tersebut. Maida di suruh untuk mencari teman-temannya sendiri,
asalkan mereka bisa diandalkan. Maida di suruh untuk mencari 5 anak. Dan
Alhamdulillah, aku salah seorang diantara 5 anak tersebut. Teman yang lain
ialah Anisa, Willy, Akhyar dan Rifqi. Kami di bagi menjadi 2 regu, yaitu regu A
dan regu B. Anggota regu A yaitu Maida, Willy dan Anisa, sedangkan aku, Akhyar
dan Rifqi menjadi anggota regu B.
Selama sebulan, kami dibekali
berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan mata pelajaran PKN. Kami pun
menjalaninya dengan senang hati. Walaupun setiap hari kami harus pulang sore.
Lomba tinggal menghitung hari. Kami terus mendapat pembekalan dan juga sesekali
di uji untuk mengetahui tingkat kemampuan kami.
Senin, 6 Februari 2011, kini saatnya
kami membuktikan bahwa kami harus bisa membawa nama baik SMP tercinta, yaitu
SMP Negeri 1 Ajibarang. Kami berenam sudah siap untuk terjun ke medan
pertempuran. LCC diadakan di SMP Negeri 5 Purwokerto. Perjalanan yang cukup
jauh untuk mencapai lokasi tersebut.
Pukul 08.00 WIB, kami pun sampai di
tempat. Turun dari mobil, kakiku gemetaran dan keringat dingin pun bercucuran
membasahi tubuhku. Ternyata aku belum mempunyai mental untuk mengikuti
perlombaan. Terlihat segerombolan siswa yang sama halnya seperti aku, menjadi
duta dari sekolah masing-masing, terlihat duduk santai sembari belajar. Aku
merasa kecil. Dalam benak terlintas suatu pikiran.
“Aku hanya orang desa yang kebetulan
mendapat tiket emas untuk merasakan dunia persaingan. Apakah aku layak??? Baru
melihat lawan, nyali langsung melayang. Aiihh kamu, Afin… Afin… Bismillah.”
Ternyata oh ternyata………………………
Nasib
belum berpihak kepada regu B. Suatu kesalahan mutlak dari panitia. Peraturan
sebelumnya menyatakan bahwa setiap sekolah diperbolehkan mengirimkan
perwakilannya lebih dari satu regu. Tetapi ketika perlombaan akan dimulai,
peraturannya berubah. Yaitu setiap sekolah hanya diperbolehkan mengirimkan satu
regu. Guru pendamping dari beberapa sekolah sempat bermusyawarah dengan
panitia. Tetapi keputusan sudah bulat dan tidak dapat diganggu gugat. Akhirnya
dari SMP Negeri 1 Ajibarang mengirimkan regu A sebagai duta.
Sungguh kecewa. Ribuan duri seakan
menusuk hati. Aku merasa sia-sia usaha yang selama ini aku lakukan. Mungkin
tidak hanya aku saja, Akhyar dan Rifqi juga merasakan hal yang sama.
Selama dua jam, kami menunggu teman
kami yang sedang berjuang mengangkat martabat sekolah. Kami menghibur diri
dengan bercengkerama bersama guru pendamping, yaitu Pak Joko dan Bu Sari.
Mereka berdua adalah guru mata pelajaran PKN.
Dua jam akhirnya terlewatkan. Regu A
pun keluar dari ruangan. Ekspresi mereka beraneka ragam. Ada yang mukanya
dilipat, ada yang lesu, tapi ada juga yang ceria. Ya siapa lagi kalau bukan
Maida. Makhluk yang satu ini memang aneh. Haha… Baru saja keluar, Maida
langsung menggandengku untuk menemaninya ke toilet. Wkwk…
“Halo… halo…” suara panitia
terdengar melalui mikrofon.
“Ada apa tuh Mai?” tanyaku.
“Kayaknya lombanya mau diumumin deh.
Ayo kita kesana.” ajak Maida.
Ternyata benar. LCC PKN akan segera
diumumkan siapa juaranya. Dag dig dug dig duar… Jantungku berdetak kencang.
Walaupun aku sendiri tidak ikut. Tapi aku ikut merasa cemas. Kami sangat
berharap bisa masuk ke tahap berikutnya. Tapi Allah belum menghendaki SMP kami
untuk menjadi juara. Sabar…
“Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu
kecewa, apalagi menyesali sesuatu yang telah terjadi. Yang lalu biarlah
berlalu. Jadikan itu semua sebagai pelajaran.” kata-kata Bu Sari menasehati
kami.
“Iya Bu.” jawab Maida.
“Bu Sari, coba lihat ini!” pinta Pak
Joko.
“Apa Pak?” jawab Bu Sari sembari
melihat kertas yang disodorkan Pak Joko.
“Hehe… Peringkat 13 Pak?” tanya Bu
Sari heran.
“Iya itu Bu. Padahal dari peringkat
9 sampai 15 nilainya sama semua. Yang membedakan waktu mengerjakan.”
“Berarti waktu di perhitungkan Pak?”
tanya Maida kaget.
Aku, Akhyar dan Rifqi yang tidak
tahu apa-apa hanya duduk terdiam mendengarkan pembicaraan mereka.
“Iya Mai. Apa sebelum mengerjakan
peraturannya tidak dibacakan panitia?” tanya Pak Joko.
“Tidak Pak. Kalau tahu waktu ikut
diperhitungkan, kami bakal keluar lebih cepat. Huuhh!!” Maida mendengus kesal.
Sepanjang perjalanan pulang, kami
sudah tidak lagi membahas permasalahan yang tadi. Kami bersendau gurau dengan
Pak Joko dan Bu Sari. Ternyata mereka itu guru yang asyik. Tidaklah benar
anggapan teman-temanku yang mengatakan bahwa Pak Joko itu orangnya terlalu kaku
dan Bu Sari orangnya judes. Menurutku anggapan itu telah lenyap dalam memori
otakku.
Siang telah berganti menjadi malam.
Malam pun berlalu menyambut indahnya mentari pagi. Hari Senin berganti menjadi
hari Selasa. Ya, inilah hari dengan berjuta kesempatan setelah mengalami
kegagalan. Aku harus mendapatkan kesempatan itu. Aku tidak pantang menyerah.
Aku harus terus menatap masa depan yang gemilang.
Teeettt… teeettt… teeettt…
Bel
istirahat berbunyi. Menandakan saatnya untuk segera singgah ke kantin. Hehe…
Perut memang tidak bisa berkompromi. Baru saja melangkah, tiba-tiba terdengar
pengumuman dari ruang dewan guru.
“Pengumuman… Panggilan ditujukan
kepada Maida Yuniar Benita, Willy Aji Pangestu dan Afin Layla Sofiana untuk
segera berkumpul di depan ruang dewan guru. Terimakasih.”
“Fin, kamu dipanggil tuh.” ucap
Malsi, sahabatku.
“Iyah Mal. Yaahhh… nggak jadi ke
kantin bareng deh. Maaf banget ya Mal. Kamu ke kantin sendiri nggak apa-apa
kan?” tanyaku dengan perasaan tidak enak.
“Nggak apa-apa Fin. Nyantai aja.”
jawab Malsi tenang.
“Terimakasih Mal. Kamu memang
sahabat terbaikku.” ucapku memuji.
Sesampainya di ruang guru, Maida dan
Willy sudah berada disana.
“Sudah berkumpul semua?” tanya Bu
Romlah, staf kesiswaan.
“Maida, Willy, Afin?” sambung Bu
Romlah.
“Sudah Bu.” jawab kami serentak.
“Begini, tanggal 10 Februari 2011
ada LCC tingkat kabupaten. Pihak sekolah memilih kalian untuk menjadi duta dari
SMP Negeri 1 Ajibarang. Kalian sanggup kan?” tanya Bu Romlah.
“Tanggal 10 Februari?” tanya Maida
kaget.
“Iya. Ini memang mendadak. Pihak
sekolah juga mendapat surat dinas baru kemarin.” jelas Bu Romlah.
“Kalau tidak juara tidak apa-apa yah
Bu?” tanyaku.
“Huustt! Jangan berpikir seperti itu
dulu. Kita berusaha dulu semampu kita. Jangan menyerah sebelum mencoba. Nanti
habis pulang sekolah langsung pembekalan materi, sudah dijadwal.” jelas Bu
Romlah sekali lagi.
“Oke Bu. Insya Allah kami siap.”
jawab kami bersamaan.
Waktu yang tersisa tinggal sehari
lagi. Kami dan para guru pembimbing berjuang keras supaya bisa membawa nama
baik sekolah. Pembekalan terakhir yaitu materi biologi yang dibimbing oleh Bu
Yuli.
“Kalian sudah siap kan?” tanya Bu
Yuli memastikan.
“Insya Allah siap Bu.” jawab kami
kompak.
“Bagus. Berarti kalian harus
menguasai semua materi. Jangan dibagi-bagi.” jelas Bu Yuli.
“Maksud Ibu gimana?” tanyaku
bingung.
“Besok kan lombanya ada dua tahap.
Yang pertama tahap penyisihan. Setiap peserta mengerjakan tes tertulis secara
individu, tidak beregu. Tapi hasilnya nanti dijumlah. Tahap penyisihan diambil
6 regu dengan nilai tertinggi. Selanjutnya 6 regu tersebut masuk ke tahap kedua
yaitu cerdas cermat.” jelas Bu Yuli.
“Apa Bu??? Mengerjakannya
individu???” tanya Willy kaget.
“Iya begitu. Kalian harus tetap
semangat.” ucap Bu Yuli.
Deg. Aku termenung. Perlombaan
tinggal menghitung jam. Sedangkan aku belum menguasai semua materi. Lain halnya
dengan Maida dan Willy. Mereka memang sudah pintar, bahkan bisa dikatakan
genius.
Malam harinya aku terbaring penuh
kebisuan. Entah apa yang aku pikirkan. Semua perasaan bergejolak menyatu
menjadi sebuah kegelisahan. Aku sadar besok akan mengikuti perlombaan
bergengsi. Tapi kenapa aku tidak mempunyai kesadaran untuk membuka buku. Ya,
aku hanya bermimpi. Seandainya besok SMP Negeri 1 Ajibarang menjadi sang juara.
Kami pulang dengan membawa piala dan berbagai bingkisan. Mimpi itu pun yang
akhirnya menghantarkanku ke dalam pulau yang penuh dengan impian. Hehe…
Kamis, 10 Februari 2011…
Banyak
siswa-siswi dari berbagai SMP/MTs seKabupaten Banyumas, memadati gedung Dinas
Pendidikan Kabupaten Banyumas. Ya, di tempat itulah LCC akan diadakan.
Lomba kali ini, aku merasakan suatu
beban, yaitu beban untuk bisa membawa nama baik sekolah. Begitu pula dengan
Maida dan Willy. Seperti ucapan Bu Yuli, kami mengerjakan tes tertulis secara
individu. Kami duduk berjauhan. Waktu untuk mengerjakan tes tertulis selama dua
jam. Kami harus bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya.
Alhamdulillah, dua jam pun berlalu.
Aku yang pertama keluar langsung mencari Bu Yuli. Aku keluar pertama bukannya
pintar sekali, hehe… Tapi karena sudah pusing setengah dewa. Haha…
“Ibu Yuli?” panggilku.
“Eehh Afin, sudah selesai?”
“Sudah Bu. Huuh! Soalnya sulit
sekali Bu. Sampai kepalaku jadi pusing kayak gini.”
“Kamu sakit Fin?”
“Tidak Bu. Cuma pusing. Nanti juga
sembuh.”
“Tapi muka kamu pucat sekali Fin.
Maida dan Willy mana?”
“Masih di dalam Bu.”
“Nunggu Maida dan Willy sebentar ya
Fin. Habis itu kita cari makan bareng-bareng.”
“Iyah Bu.”
Setelah makan selesai, kami segera
melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah di masjid. Kemudian kami bersantai di
depan masjid sembari menunggu pengumuman.
“Mai, mau jalan-jalan ke MORO
tidak?”
“Mau mau Bu. Hehe…”
“Lha Bu, tidak perlu lha. Kita
menunggu pengumuman disini saja. Kayaknya sebentar lagi. Semoga kita bisa lolos
ke tahap yang kedua yah?”
“Aamiin…”
“Cek…cek…” suara panitia terdengar
samar.
“Ibu… itu mau diumumin apa yah? Ayo
kita kesana!” ajak Willy dengan semangat yang membara.
“Ibu disini saja lha Wil.” jawab Bu
Yuli.
“Aku juga disini saja lha Bu. Sama
Ibu. Hehe…” ucapku.
“Ya sudah. Ayo kesana Mai!”
“Ayo…”
Aku dan Bu Yuli harap-harap cemas.
Dalam batinku, ku lantunkan untaian do’a.
“Ya Allah… semoga regu dari SMP
Negeri 1 Ajibarang bisa lolos ke tahap yang kedua. Aamiin…” rintihku.
“Ibuuuu…………….????????” panggil Willy
dari kejauhan.
“Bagaimana Wil?” tanya Bu Yuli.
“Kita lolos Bu. Peringkat lima.” sambungnya.
“Beneran Wil?” tanyaku memastikan.
“Iyah Fin. Ayo kita ke gedung lagi.
Sebentar lagi lomba akan segera dimulai.” jelas Willy.
“Ayo ayo…!!” jawabku sangat
bersemangat.
Kami pun beranjak menuju ke gedung.
Keringat dinginku kembali bercucuran. Tanganku gemetaran. Perasaanku kembali
kacau.
“Afin… jangan takut. Semangat!” Bu
Yuli memberiku semangat.
“Iya Bu.” jawabku dengan bibir agak
kelu.
Perlombaan pun dimulai kembali.
Sebelumnya, setiap regu diwajibkan untuk menampilkan yel-yelnya. Huaduh… Kami
sempat bingung. Di tambah lagi kami regu A. Tampil pertama. Dengan semangat
yang menggelora, kami menyanyikan lagu “Garuda Di dadaku” tapi syairnya
diganti.
Spensaa
di dadaku…
Spensaa
kebanggaanku…
Ku
yakin…
Hari
ini pasti menang…
Kobarkan
semangatmu…
Tunjukkan
sportifitasmu…
Ku
yakin…
Hari
ini pasti menang…
Prook… prook… prook… Suasana amat
mengguncang. Sorak-sorai menghangatkan suasana kala itu. Setelah semua regu
tampil, lomba pun dimulai. Yaitu dengan soal wajib, soal lemparan dan soal
rebutan. Detik-detik menjelang akhir perlombaan, yaitu soal rebutan. Kami hanya
terdiam. Tidak punya kesempatan untuk menjawab soal rebutan. Aku berbisik
kepada Maida.
“Mai, seaindainya kita juara 1, kita
akan ke Semarang yah.”
“Iya Fin. Berdo’a aja. Semoga masih
ada kesempatan.”
“Aamiin…”
Woouuuwww… Sorak-sorai terdengar
kembali. Lebih meriah dan bergairah. Para penonton bertepuk tangan karena
perlombaan sudah selesai. Dan ternyata, pemenangnya adalah…………….. SMP Negeri 1
Ajibarang. Prok… prok… prok… Dengan jumlah nilai 1250, hanya berselisih 50
dengan SMP Negeri 2 Purwokerto.
Kebahagiaan kami pun memancar
seketika. Tak terduga dan tak disangka. Kami sangat bahagia. Begitu juga dengan
Bu Yuli. Beliau sampai menangis terharu. Kami saling berpelukan. Sebuah
kemenangan telah kami ukir.
“Ya Allah… Ya Rabb… inilah
kehendak-Mu. Hamba telah dianugerahkan secuil kebahagiaan dari kebahagiaan
milik-Mu. Inilah tanda kebesaran-Mu. Rasa syukurlah yang tercurah dalam
sanubariku. Ya Allah Tuhanku… Segala puji bagi-Mu, Tuhan semesta alam.” Ku
menangis dalam do’aku.
Tugas kami belum selesai. Kami masih
mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membawa nama baik Kabupaten Banyumas
dalam perlombaan di tingkat provinsi. Lomba tersebut akan dilaksanakan pada tanggal
24-26 Februari 2011. Kami hanya mempunyai waktu dua minggu lagi untuk menggalimu
sedalam-dalamnya. Setiap hari kami selalu mendapat pembinaan dari guru-guru
yang terkenal dengan kelihaiannya mengajar. Walaupun setiap hari kami harus
dijejali dengan materi-materi yang rumit, kami merasa tenang dan tidak bosan.
Pelajaran matematika dan IPS, diajar
dengan menggunakan bahasa inggris selama tiga jam penuh. Wow… Suatu tantangan
bagi kami. Kami harus bisa memanfaatkannya dengan baik.
Sehari sebelum keberangkatan kami ke
Semarang, kami diajak Pak Zuhri, guru pendamping kami, untuk meminta do’a restu
kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Kami merasa senang sekali
bisa bertemu langsung dengan beliau. Kami pun mendapat nasehat-nasehat yang
bermanfaat.
Minggu pagi, kami pun berangkat ke
Semarang. Memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai tempat perlombaan.
Sehingga di mobil kami tertidur pulas. Setelah hampir setengah perjalanan, kami
pun dibangunkan untuk menikmati makan siang di suatu restoran. Wouw… tak
terlupa. Di restoran tersebut, kami memilih sendiri jenis lauk-pauk kesukaan
kita masing-masing. Yang aku heran, aku hanya mengambil sedikit tapi bayarnya
mahal sekali. Namanya juga restoran. Afin… Afin…
Perjalanan berlanjut. Kami bertiga
mencoba untuk mengulang materi yang pernah disampaikan oleh guru pembimbing. Merasa
agak ngantuk, kami pun tidur kembali. Hehe… tidur terus yah…
Tepat pukul 13.00 WIB, kami pun
sampai di tempat perlombaan. Waahh… asrama yang luas sekali, megah lagi. Kami
diantar Pak Zuhri ke asrama penginapan. Sekamar berdua. Aku bersama Maida.
Willy bersama Pak Zuhri. Kamarnya luas, bersih dan juga rapi. Suasana di luar
kamar pun sangat indah. Aku dan Maida bisa melihat pegunungan dengan jelas.
Aku merasakan sesuatu yang aneh.
Minder. Yah, aku merasa minder. Semua mata seakan menuju ke arahku.
Memperhatikanku. Mungkin mereka heran melihat penampilanku yang terlalu ndesa.
“Optimis aja Fin. Nggak usah mikirin
mereka. Kita harus nunjukin kalau kita bisa. Meskipun kita dari desa.” ucap
Maida.
“Iya Mai. Tapi aku malu. Aku paling
kecil.”
Memang fakta, semua peserta yang
akan mengikuti lomba berasal dari sekolah kota, kecuali sekolahku. Paling ndesa. Di tambah aku peserta yang
bertubuh paling kecil. Ckck…
Sampai di gedung perlombaan, kami
langsung diberi tas, buku dan bolpoin satu-satu per anak. Ternyata mengikuti
lomba kelas atas begini yah. Semua di tanggung dinas. Hehe…
Malam di asrama…
Kami
sibuk belajar dengan bagiannya masing-masing. Aku kebagian belajar IPS, Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. Sekitar pukul 23.00 WIB, aku dan Maida menyudahi
belajarnya. Bersiap untuk bermimpi. Yang aku heran dari Maida, malam-malam
begitu dia malah menyalakan kipas angin. Padahal cuaca lumayan dingin. Aneh… Di
tambah jam segitu dia memintaku untuk menemaninya ke toilet. Huuaaahh… Maida…
Maida… Dikau ada-ada saja. Haha…
Senin, 25 Februari 2011, perlombaan
yang sesungguhnya pun dimulai. Semua peserta lomba memasuki ruangan yang sangat
megah dan ber-AC. Sebelum lomba dimulai, panitia membacakan peraturannya. Salah
satu ialah dilarang membawa alat komunikasi. Jika ketahuan membawa, maka regu
tersebut akan didiskualifikasi. Kami pun mentaati peraturan tersebut.
“Mai, aku kedinginan nih. Perutku
sakit lagi.” keluhku.
“Kenapa Fin?” tanya Maida cemas.
“AC-nya terlalu dingin. Aku nggak
kuat Mai.” jawabku.
“Haha… Afin… Afin… aku tahu kamu
orang ndesa, tapi jangan ndesa banget lha. Haha… ikat rambutmu
dilepas aja Fin.”
“Iya oke Mai.”
Lomba pun dimulai. Kami semua tenang.
Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tidak terlihat satupun anak yang mencoba
menyontek. Kami pun begitu. Mengerjakan dengan tenang.
“Waktu mengerjakan habis. Silakan
lembar jawab dikumpulkan ke depan.” ucap salah satu panitia.
Kami menurut perintah mereka.
Kemudian kami keluar dari ruang perlombaan menuju ke asrama. Sekitar satu jam
kami beristirahat. Pukul 14.00 WIB perlombaan tahap 2 akan dimulai. Yaitu tes listening. Sedangkan yang tahap pertama
tes writing. Peraturannya lombanya
masih sama dengan yang pertama. Memang sudah takdir, Willy membawa handphone ke dalam ruang lomba. Dan
parahnya lagi, handphone tersebut
bunyi ketika lomba. Gubrakk…!!! Salah satu pengawas mendengarnya. Dia tetap
diam, tapi kemungkinan besar akan melaporkan kejadian tersebut kepada panitia
lomba.
Malam harinya pengumuman
dikumandangkan. Jantung kami berdebar-debar tidak karuan. Kami sangat berharap
bisa lolos supaya bisa mengikuti tahap berikutnya. Ternyata oh ternyata… Allah
belum mengizinkan kami untuk menjadi sang juara. Kami pulang ke tanah kami
dengan tangan hampa. Tetapi tak apa.
Kesuksesan seseorang tidak dilihat
dari berapa kali ia berhasil, tetapi berapa kali ia bangkit dari kegagalan.
Karena kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Janganlah merasa rendah
diri, karena masih banyak orang yang menginginkan berada di posisimu.
Kini teman-teman seperjuanganku telah
bersekolah di sekolah favorit. Maida Yuniar Benita bersekolah di SMA Negeri 1
Purwokerto jurusan Akselerasi. Dan Willy Aji Pangestu bersekolah di SMK
Kehutanan Majalengka. Aku????
THE END
0 komentar:
Posting Komentar