widgets

Sabtu, 23 November 2013

SANG JAWARA DARI DESA





SANG JAWARA

DARI DESA




                                                          Karya : Afin Layla Sofiana

            BELAJAR. Ya, itulah tugas dari seorang pelajar. Belajar dimulai sejak TK, SD, SMP, SMA bahkan hingga perguruan tinggi. Sekarang aku berada di tingkat ke empat, yaitu SMA. Tapi aku mempunyai pengalaman yang sangat berkilau. Ialah ketika aku duduk di bangku SMP. Yups. Masa dimana aku mengenal indahnya cinta dan perihnya luka. Selain itu, aku juga merasakan sesuatu yang sangat beda, yang tak terbayangkan sebelumnya. Apa itu??? PRESTASI. Ya, prestasi.
            Dulu… (baru 10 bulan yang lalu sih, hehe…) aku bersekolah di suatu SMP yang favorit, SMP yang megah, dan SMP yang telah banyak mencetak siswa-siswi berprestasi. SMP itu ialah SMP Negeri 1 Ajibarang. Aku sangat bersyukur sekali bisa bersekolah di SMP tersebut selama 3 tahun tanpa harus mengulang. Hehe…
            Tiga tahun yang lalu…

“Afiiiiiiinnnnnn……………???” panggil temanku, Via.
“Iyah, ada apa Vi ?” tanyaku sopan.
“Selamat kawan, kamu peringkat satu.” ucap Via sembari memeluk tubuhku.
            Sejenak aku terdiam. Entah apa yang aku pikirkan. Bingung, tidak percaya, senang, dan masih banyak perasaan yang aneh yang menyelimuti pikiranku.
“Hei Fin. Kok bengong sih? Kamu peringkat satu lho. Kamu hebat Fin.” puji Via.
“Ha??? Masa sih Vi??? Tidak mungkin aku peringkat satu. Di SMP ini masih banyak siswa yang lebih pinter dari aku. Mana mungkin anak dari desa seperti aku ini bisa ikut peringkat??? Apalagi peringkat satu. Mustahil.” jawabku sekenanya.
“Kok kamu bilang gitu sih Fin? Kalau tidak percaya ayo kita lihat ke papan pengumuman.” Via meyakinkan.
Dengan sekonyong-konyong, kakiku melangkah mengikuti ajakan Via menuju ke papan pengumuman. Wouww.. suasana sangat ramai. Sebagian siswa rela berdesak-desakan untuk melihat hasil dari belajar mereka setelah mengikuti Ulangan Akhir Semester Gasal. Dengan suasana seperti itu, Via tetap memaksaku untuk menerobos ke dalam kerumunan tersebut.
NO.
NAMA
KELAS
PERINGKAT
1.
AFIN LAYLA SOFIANA
VII F
1
2.
MAIDA YUNIAR BENITA
VII C
2

“Ini namaku Vi???” tanyaku ragu.
“Iyah. Itu nama kamu. Afin Layla Sofiana.” jawab Via bersemangat.
“Aku peringkat satu beneran nih ???” tanyaku masih belum percaya.
“Ya Allah, Afin… Iyah. Sebagai sahabatmu aku senang sekali kamu bisa meraih peringkat satu.” ucap Via bangga.
Setelah aku keluar dari kerumunan tersebut, teman-teman yang satu kelas denganku memberikan ucapan selamat kepadaku. Ya Allah… Terimakasih atas nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Aku tidak menyangka bisa meraih peringkat satu. Aku bisa mengikuti teman yang lain saja rasa syukurku amat membuncah. Apalagi bisa seperti. Wwoouuwww sekali. Hehe…
Dalam suasana bahagia, tiba-tiba datang seorang siswi yang seangkatan denganku. Dengan postur tubuh agak tinggi, berkulit sawo matang, dan rambut bergelombang di ikat satu. Dia langsung memarahiku.
“Heh!!! Kamu yang namanya Afin yah? Anak kelas VII F ?” tanya dia dengan muka agak menyeramkan.
“Iyah… Maaf, kamu siapa yah?” jawabku kaget dan ragu.
“Aku Maida kelas VII C. Aku tidak terima kamu bisa peringkat satu!!!” nada ucapannya agak tinggi.
“Lho… Memangnya kenapa tho?” tanyaku heran.
“Rata-rata nilai raport kamu berapa?”
“85,17.”
“Tuh kan… Nilai rata-rataku 85,50. Kenapa kamu bisa peringkat satu?” serunya.
“Aku nggak tahu Mai. Coba daftar peringkatnya dilihat lagi. Mungkin ada yang salah.” perintahku.
Maida pun melihat ke papan pengumuman. Aku tetap berdiri di tempat, menunggu Maida. Banyak siswa yang melihat kejadian tersebut. Mereka kelihatan heran melihat tingkah laku kami. Beberapa saat kemudian, Maida keluar dari kerumunan.
            “Hahahahaa……” Maida tertawa.
            “Kok ketawa Mai? Ada yang salah?” tanyaku bingung.
            “Ini itu nilai asli, bukan nilai raport. Pantes aja kamu peringkat satu, nilai UAS kamu lebih tinggi dari aku. Hehe…” jawab Maida penuh malu.
            “Oh… begitu. Aku minta maaf Mai kalau aku sudah peringkat satu.” ucapku memelas.
            Maklum. Aku ini benar-benar asli dari desa. Tidak punya nyali. Berbeda dengan Maida. Dia orang kota. Tepatnya kota Ajibarang Kulon. Hehe…
            Hari demi hari berlalu. Tapi kejadian itu tetap saja melayang-layang dalam memoriku. Bertemu dengan Maida bagaikan bertemu dengan seorang monster. Menyeramkan. Suatu ketika, Maida datang ke kelasku untuk berjumpa dengan temannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung bersembunyi di bawah meja. Hahaa… Gokil abiiss…
            Satu tahun berlalu. Kini aku duduk di kelas VIII C. sedangkan Maida masuk ke kelas VIII B. Masih tetangga. Hehe… Tapi seiring berjalannya waktu, rasa takut yang menyelinap dalam benakku lambat laun mulai menghilang. Karena sering berjumpa dan berbincang-bincang masalah pelajaran. Aku merasa beruntung bisa mempunyai teman seperti Maida.
            Kelas VIII merupakan kesempatan untuk meraih prestasi sebanyak-banyaknya. Karena di kelas VIII banyak ajang perlombaan yang sasarannya adalah siswa-siswi kelas VIII. Alasan lain ialah karena kelas VII baru menyesuaikan diri dengan sekolah yang baru. Sedangkan siswa kelas IX harus sudah fokus untuk menghadapi berbagai ujian untuk mencapai kelulusan.
            Suatu hari, ada salah satu ajang perlombaan, yaitu LCC PKN. Salah satu guru PKN, Bu Sari menunjuk Maida untuk mengikuti lomba tersebut. Maida di suruh untuk mencari teman-temannya sendiri, asalkan mereka bisa diandalkan. Maida di suruh untuk mencari 5 anak. Dan Alhamdulillah, aku salah seorang diantara 5 anak tersebut. Teman yang lain ialah Anisa, Willy, Akhyar dan Rifqi. Kami di bagi menjadi 2 regu, yaitu regu A dan regu B. Anggota regu A yaitu Maida, Willy dan Anisa, sedangkan aku, Akhyar dan Rifqi menjadi anggota regu B.
            Selama sebulan, kami dibekali berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan mata pelajaran PKN. Kami pun menjalaninya dengan senang hati. Walaupun setiap hari kami harus pulang sore. Lomba tinggal menghitung hari. Kami terus mendapat pembekalan dan juga sesekali di uji untuk mengetahui tingkat kemampuan kami.
            Senin, 6 Februari 2011, kini saatnya kami membuktikan bahwa kami harus bisa membawa nama baik SMP tercinta, yaitu SMP Negeri 1 Ajibarang. Kami berenam sudah siap untuk terjun ke medan pertempuran. LCC diadakan di SMP Negeri 5 Purwokerto. Perjalanan yang cukup jauh untuk mencapai lokasi tersebut.
            Pukul 08.00 WIB, kami pun sampai di tempat. Turun dari mobil, kakiku gemetaran dan keringat dingin pun bercucuran membasahi tubuhku. Ternyata aku belum mempunyai mental untuk mengikuti perlombaan. Terlihat segerombolan siswa yang sama halnya seperti aku, menjadi duta dari sekolah masing-masing, terlihat duduk santai sembari belajar. Aku merasa kecil. Dalam benak terlintas suatu pikiran.
            “Aku hanya orang desa yang kebetulan mendapat tiket emas untuk merasakan dunia persaingan. Apakah aku layak??? Baru melihat lawan, nyali langsung melayang. Aiihh kamu, Afin… Afin… Bismillah.”
            Ternyata oh ternyata………………………
Nasib belum berpihak kepada regu B. Suatu kesalahan mutlak dari panitia. Peraturan sebelumnya menyatakan bahwa setiap sekolah diperbolehkan mengirimkan perwakilannya lebih dari satu regu. Tetapi ketika perlombaan akan dimulai, peraturannya berubah. Yaitu setiap sekolah hanya diperbolehkan mengirimkan satu regu. Guru pendamping dari beberapa sekolah sempat bermusyawarah dengan panitia. Tetapi keputusan sudah bulat dan tidak dapat diganggu gugat. Akhirnya dari SMP Negeri 1 Ajibarang mengirimkan regu A sebagai duta.
            Sungguh kecewa. Ribuan duri seakan menusuk hati. Aku merasa sia-sia usaha yang selama ini aku lakukan. Mungkin tidak hanya aku saja, Akhyar dan Rifqi juga merasakan hal yang sama.
            Selama dua jam, kami menunggu teman kami yang sedang berjuang mengangkat martabat sekolah. Kami menghibur diri dengan bercengkerama bersama guru pendamping, yaitu Pak Joko dan Bu Sari. Mereka berdua adalah guru mata pelajaran PKN.
            Dua jam akhirnya terlewatkan. Regu A pun keluar dari ruangan. Ekspresi mereka beraneka ragam. Ada yang mukanya dilipat, ada yang lesu, tapi ada juga yang ceria. Ya siapa lagi kalau bukan Maida. Makhluk yang satu ini memang aneh. Haha… Baru saja keluar, Maida langsung menggandengku untuk menemaninya ke toilet. Wkwk…
            “Halo… halo…” suara panitia terdengar melalui mikrofon.
            “Ada apa tuh Mai?” tanyaku.
            “Kayaknya lombanya mau diumumin deh. Ayo kita kesana.” ajak Maida.
            Ternyata benar. LCC PKN akan segera diumumkan siapa juaranya. Dag dig dug dig duar… Jantungku berdetak kencang. Walaupun aku sendiri tidak ikut. Tapi aku ikut merasa cemas. Kami sangat berharap bisa masuk ke tahap berikutnya. Tapi Allah belum menghendaki SMP kami untuk menjadi juara. Sabar…
            “Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu kecewa, apalagi menyesali sesuatu yang telah terjadi. Yang lalu biarlah berlalu. Jadikan itu semua sebagai pelajaran.” kata-kata Bu Sari menasehati kami.
            “Iya Bu.” jawab Maida.
            “Bu Sari, coba lihat ini!” pinta Pak Joko.
            “Apa Pak?” jawab Bu Sari sembari melihat kertas yang disodorkan Pak Joko.
            “Hehe… Peringkat 13 Pak?” tanya Bu Sari heran.
            “Iya itu Bu. Padahal dari peringkat 9 sampai 15 nilainya sama semua. Yang membedakan waktu mengerjakan.”
            “Berarti waktu di perhitungkan Pak?” tanya Maida kaget.
            Aku, Akhyar dan Rifqi yang tidak tahu apa-apa hanya duduk terdiam mendengarkan pembicaraan mereka.
            “Iya Mai. Apa sebelum mengerjakan peraturannya tidak dibacakan panitia?” tanya Pak Joko.
            “Tidak Pak. Kalau tahu waktu ikut diperhitungkan, kami bakal keluar lebih cepat. Huuhh!!” Maida mendengus kesal.
            Sepanjang perjalanan pulang, kami sudah tidak lagi membahas permasalahan yang tadi. Kami bersendau gurau dengan Pak Joko dan Bu Sari. Ternyata mereka itu guru yang asyik. Tidaklah benar anggapan teman-temanku yang mengatakan bahwa Pak Joko itu orangnya terlalu kaku dan Bu Sari orangnya judes. Menurutku anggapan itu telah lenyap dalam memori otakku.
            Siang telah berganti menjadi malam. Malam pun berlalu menyambut indahnya mentari pagi. Hari Senin berganti menjadi hari Selasa. Ya, inilah hari dengan berjuta kesempatan setelah mengalami kegagalan. Aku harus mendapatkan kesempatan itu. Aku tidak pantang menyerah. Aku harus terus menatap masa depan yang gemilang.
            Teeettt… teeettt… teeettt…
Bel istirahat berbunyi. Menandakan saatnya untuk segera singgah ke kantin. Hehe… Perut memang tidak bisa berkompromi. Baru saja melangkah, tiba-tiba terdengar pengumuman dari ruang dewan guru.
            “Pengumuman… Panggilan ditujukan kepada Maida Yuniar Benita, Willy Aji Pangestu dan Afin Layla Sofiana untuk segera berkumpul di depan ruang dewan guru. Terimakasih.”
            “Fin, kamu dipanggil tuh.” ucap Malsi, sahabatku.
            “Iyah Mal. Yaahhh… nggak jadi ke kantin bareng deh. Maaf banget ya Mal. Kamu ke kantin sendiri nggak apa-apa kan?” tanyaku dengan perasaan tidak enak.
            “Nggak apa-apa Fin. Nyantai aja.” jawab Malsi tenang.
            “Terimakasih Mal. Kamu memang sahabat terbaikku.” ucapku memuji.
            Sesampainya di ruang guru, Maida dan Willy sudah berada disana.
            “Sudah berkumpul semua?” tanya Bu Romlah, staf kesiswaan.
            “Maida, Willy, Afin?” sambung Bu Romlah.
            “Sudah Bu.” jawab kami serentak.
            “Begini, tanggal 10 Februari 2011 ada LCC tingkat kabupaten. Pihak sekolah memilih kalian untuk menjadi duta dari SMP Negeri 1 Ajibarang. Kalian sanggup kan?” tanya Bu Romlah.
            “Tanggal 10 Februari?” tanya Maida kaget.
            “Iya. Ini memang mendadak. Pihak sekolah juga mendapat surat dinas baru kemarin.” jelas Bu Romlah.
            “Kalau tidak juara tidak apa-apa yah Bu?” tanyaku.
            “Huustt! Jangan berpikir seperti itu dulu. Kita berusaha dulu semampu kita. Jangan menyerah sebelum mencoba. Nanti habis pulang sekolah langsung pembekalan materi, sudah dijadwal.” jelas Bu Romlah sekali lagi.
            “Oke Bu. Insya Allah kami siap.” jawab kami bersamaan.
            Waktu yang tersisa tinggal sehari lagi. Kami dan para guru pembimbing berjuang keras supaya bisa membawa nama baik sekolah. Pembekalan terakhir yaitu materi biologi yang dibimbing oleh Bu Yuli.
            “Kalian sudah siap kan?” tanya Bu Yuli memastikan.
            “Insya Allah siap Bu.” jawab kami kompak.
            “Bagus. Berarti kalian harus menguasai semua materi. Jangan dibagi-bagi.” jelas Bu Yuli.
            “Maksud Ibu gimana?” tanyaku bingung.
            “Besok kan lombanya ada dua tahap. Yang pertama tahap penyisihan. Setiap peserta mengerjakan tes tertulis secara individu, tidak beregu. Tapi hasilnya nanti dijumlah. Tahap penyisihan diambil 6 regu dengan nilai tertinggi. Selanjutnya 6 regu tersebut masuk ke tahap kedua yaitu cerdas cermat.” jelas Bu Yuli.
            “Apa Bu??? Mengerjakannya individu???” tanya Willy kaget.
            “Iya begitu. Kalian harus tetap semangat.” ucap Bu Yuli.
            Deg. Aku termenung. Perlombaan tinggal menghitung jam. Sedangkan aku belum menguasai semua materi. Lain halnya dengan Maida dan Willy. Mereka memang sudah pintar, bahkan bisa dikatakan genius.
            Malam harinya aku terbaring penuh kebisuan. Entah apa yang aku pikirkan. Semua perasaan bergejolak menyatu menjadi sebuah kegelisahan. Aku sadar besok akan mengikuti perlombaan bergengsi. Tapi kenapa aku tidak mempunyai kesadaran untuk membuka buku. Ya, aku hanya bermimpi. Seandainya besok SMP Negeri 1 Ajibarang menjadi sang juara. Kami pulang dengan membawa piala dan berbagai bingkisan. Mimpi itu pun yang akhirnya menghantarkanku ke dalam pulau yang penuh dengan impian. Hehe…
            Kamis, 10 Februari 2011…
Banyak siswa-siswi dari berbagai SMP/MTs seKabupaten Banyumas, memadati gedung Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Ya, di tempat itulah LCC akan diadakan.
            Lomba kali ini, aku merasakan suatu beban, yaitu beban untuk bisa membawa nama baik sekolah. Begitu pula dengan Maida dan Willy. Seperti ucapan Bu Yuli, kami mengerjakan tes tertulis secara individu. Kami duduk berjauhan. Waktu untuk mengerjakan tes tertulis selama dua jam. Kami harus bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya.
            Alhamdulillah, dua jam pun berlalu. Aku yang pertama keluar langsung mencari Bu Yuli. Aku keluar pertama bukannya pintar sekali, hehe… Tapi karena sudah pusing setengah dewa. Haha…
            “Ibu Yuli?” panggilku.
            “Eehh Afin, sudah selesai?”
            “Sudah Bu. Huuh! Soalnya sulit sekali Bu. Sampai kepalaku jadi pusing kayak gini.”
            “Kamu sakit Fin?”
            “Tidak Bu. Cuma pusing. Nanti juga sembuh.”
            “Tapi muka kamu pucat sekali Fin. Maida dan Willy mana?”
            “Masih di dalam Bu.”
            “Nunggu Maida dan Willy sebentar ya Fin. Habis itu kita cari makan bareng-bareng.”
            “Iyah Bu.”
            Setelah makan selesai, kami segera melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah di masjid. Kemudian kami bersantai di depan masjid sembari menunggu pengumuman.
            “Mai, mau jalan-jalan ke MORO tidak?”
            “Mau mau Bu. Hehe…”
            “Lha Bu, tidak perlu lha. Kita menunggu pengumuman disini saja. Kayaknya sebentar lagi. Semoga kita bisa lolos ke tahap yang kedua yah?”
            “Aamiin…”
            “Cek…cek…” suara panitia terdengar samar.
            “Ibu… itu mau diumumin apa yah? Ayo kita kesana!” ajak Willy dengan semangat yang membara.
            “Ibu disini saja lha Wil.” jawab Bu Yuli.
            “Aku juga disini saja lha Bu. Sama Ibu. Hehe…” ucapku.
            “Ya sudah. Ayo kesana Mai!”
            “Ayo…”
            Aku dan Bu Yuli harap-harap cemas. Dalam batinku, ku lantunkan untaian do’a.
            “Ya Allah… semoga regu dari SMP Negeri 1 Ajibarang bisa lolos ke tahap yang kedua. Aamiin…” rintihku.
            “Ibuuuu…………….????????” panggil Willy dari kejauhan.
            “Bagaimana Wil?” tanya Bu Yuli.
            “Kita lolos Bu. Peringkat lima.” sambungnya.
            “Beneran Wil?” tanyaku memastikan.
            “Iyah Fin. Ayo kita ke gedung lagi. Sebentar lagi lomba akan segera dimulai.” jelas Willy.
            “Ayo ayo…!!” jawabku sangat bersemangat.
            Kami pun beranjak menuju ke gedung. Keringat dinginku kembali bercucuran. Tanganku gemetaran. Perasaanku kembali kacau.
            “Afin… jangan takut. Semangat!” Bu Yuli memberiku semangat.
            “Iya Bu.” jawabku dengan bibir agak kelu.
            Perlombaan pun dimulai kembali. Sebelumnya, setiap regu diwajibkan untuk menampilkan yel-yelnya. Huaduh… Kami sempat bingung. Di tambah lagi kami regu A. Tampil pertama. Dengan semangat yang menggelora, kami menyanyikan lagu “Garuda Di dadaku” tapi syairnya diganti.
            Spensaa di dadaku…
            Spensaa kebanggaanku…
            Ku yakin…
            Hari ini pasti menang…
            Kobarkan semangatmu…
            Tunjukkan sportifitasmu…
            Ku yakin…
            Hari ini pasti menang…
            Prook… prook… prook… Suasana amat mengguncang. Sorak-sorai menghangatkan suasana kala itu. Setelah semua regu tampil, lomba pun dimulai. Yaitu dengan soal wajib, soal lemparan dan soal rebutan. Detik-detik menjelang akhir perlombaan, yaitu soal rebutan. Kami hanya terdiam. Tidak punya kesempatan untuk menjawab soal rebutan. Aku berbisik kepada Maida.
            “Mai, seaindainya kita juara 1, kita akan ke Semarang yah.”
            “Iya Fin. Berdo’a aja. Semoga masih ada kesempatan.”
            “Aamiin…”
            Woouuuwww… Sorak-sorai terdengar kembali. Lebih meriah dan bergairah. Para penonton bertepuk tangan karena perlombaan sudah selesai. Dan ternyata, pemenangnya adalah…………….. SMP Negeri 1 Ajibarang. Prok… prok… prok… Dengan jumlah nilai 1250, hanya berselisih 50 dengan SMP Negeri 2 Purwokerto.
            Kebahagiaan kami pun memancar seketika. Tak terduga dan tak disangka. Kami sangat bahagia. Begitu juga dengan Bu Yuli. Beliau sampai menangis terharu. Kami saling berpelukan. Sebuah kemenangan telah kami ukir.
            “Ya Allah… Ya Rabb… inilah kehendak-Mu. Hamba telah dianugerahkan secuil kebahagiaan dari kebahagiaan milik-Mu. Inilah tanda kebesaran-Mu. Rasa syukurlah yang tercurah dalam sanubariku. Ya Allah Tuhanku… Segala puji bagi-Mu, Tuhan semesta alam.” Ku menangis dalam do’aku.
            Tugas kami belum selesai. Kami masih mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membawa nama baik Kabupaten Banyumas dalam perlombaan di tingkat provinsi. Lomba tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 24-26 Februari 2011. Kami hanya mempunyai waktu dua minggu lagi untuk menggalimu sedalam-dalamnya. Setiap hari kami selalu mendapat pembinaan dari guru-guru yang terkenal dengan kelihaiannya mengajar. Walaupun setiap hari kami harus dijejali dengan materi-materi yang rumit, kami merasa tenang dan tidak bosan.
            Pelajaran matematika dan IPS, diajar dengan menggunakan bahasa inggris selama tiga jam penuh. Wow… Suatu tantangan bagi kami. Kami harus bisa memanfaatkannya dengan baik.
            Sehari sebelum keberangkatan kami ke Semarang, kami diajak Pak Zuhri, guru pendamping kami, untuk meminta do’a restu kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Kami merasa senang sekali bisa bertemu langsung dengan beliau. Kami pun mendapat nasehat-nasehat yang bermanfaat.
            Minggu pagi, kami pun berangkat ke Semarang. Memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai tempat perlombaan. Sehingga di mobil kami tertidur pulas. Setelah hampir setengah perjalanan, kami pun dibangunkan untuk menikmati makan siang di suatu restoran. Wouw… tak terlupa. Di restoran tersebut, kami memilih sendiri jenis lauk-pauk kesukaan kita masing-masing. Yang aku heran, aku hanya mengambil sedikit tapi bayarnya mahal sekali. Namanya juga restoran. Afin… Afin…
            Perjalanan berlanjut. Kami bertiga mencoba untuk mengulang materi yang pernah disampaikan oleh guru pembimbing. Merasa agak ngantuk, kami pun tidur kembali. Hehe… tidur terus yah…
            Tepat pukul 13.00 WIB, kami pun sampai di tempat perlombaan. Waahh… asrama yang luas sekali, megah lagi. Kami diantar Pak Zuhri ke asrama penginapan. Sekamar berdua. Aku bersama Maida. Willy bersama Pak Zuhri. Kamarnya luas, bersih dan juga rapi. Suasana di luar kamar pun sangat indah. Aku dan Maida bisa melihat pegunungan dengan jelas.
            Aku merasakan sesuatu yang aneh. Minder. Yah, aku merasa minder. Semua mata seakan menuju ke arahku. Memperhatikanku. Mungkin mereka heran melihat penampilanku yang terlalu ndesa.
            “Optimis aja Fin. Nggak usah mikirin mereka. Kita harus nunjukin kalau kita bisa. Meskipun kita dari desa.” ucap Maida.
            “Iya Mai. Tapi aku malu. Aku paling kecil.”
            Memang fakta, semua peserta yang akan mengikuti lomba berasal dari sekolah kota, kecuali sekolahku. Paling ndesa. Di tambah aku peserta yang bertubuh paling kecil. Ckck…
            Sampai di gedung perlombaan, kami langsung diberi tas, buku dan bolpoin satu-satu per anak. Ternyata mengikuti lomba kelas atas begini yah. Semua di tanggung dinas. Hehe…
            Malam di asrama…
Kami sibuk belajar dengan bagiannya masing-masing. Aku kebagian belajar IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sekitar pukul 23.00 WIB, aku dan Maida menyudahi belajarnya. Bersiap untuk bermimpi. Yang aku heran dari Maida, malam-malam begitu dia malah menyalakan kipas angin. Padahal cuaca lumayan dingin. Aneh… Di tambah jam segitu dia memintaku untuk menemaninya ke toilet. Huuaaahh… Maida… Maida… Dikau ada-ada saja. Haha…
            Senin, 25 Februari 2011, perlombaan yang sesungguhnya pun dimulai. Semua peserta lomba memasuki ruangan yang sangat megah dan ber-AC. Sebelum lomba dimulai, panitia membacakan peraturannya. Salah satu ialah dilarang membawa alat komunikasi. Jika ketahuan membawa, maka regu tersebut akan didiskualifikasi. Kami pun mentaati peraturan tersebut.
            “Mai, aku kedinginan nih. Perutku sakit lagi.” keluhku.
            “Kenapa Fin?” tanya Maida cemas.
            “AC-nya terlalu dingin. Aku nggak kuat Mai.” jawabku.
            “Haha… Afin… Afin… aku tahu kamu orang ndesa, tapi jangan ndesa banget lha. Haha… ikat rambutmu dilepas aja Fin.”
            “Iya oke Mai.”
            Lomba pun dimulai. Kami semua tenang. Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tidak terlihat satupun anak yang mencoba menyontek. Kami pun begitu. Mengerjakan dengan tenang.
            “Waktu mengerjakan habis. Silakan lembar jawab dikumpulkan ke depan.” ucap salah satu panitia.
            Kami menurut perintah mereka. Kemudian kami keluar dari ruang perlombaan menuju ke asrama. Sekitar satu jam kami beristirahat. Pukul 14.00 WIB perlombaan tahap 2 akan dimulai. Yaitu tes listening. Sedangkan yang tahap pertama tes writing. Peraturannya lombanya masih sama dengan yang pertama. Memang sudah takdir, Willy membawa handphone ke dalam ruang lomba. Dan parahnya lagi, handphone tersebut bunyi ketika lomba. Gubrakk…!!! Salah satu pengawas mendengarnya. Dia tetap diam, tapi kemungkinan besar akan melaporkan kejadian tersebut kepada panitia lomba.
            Malam harinya pengumuman dikumandangkan. Jantung kami berdebar-debar tidak karuan. Kami sangat berharap bisa lolos supaya bisa mengikuti tahap berikutnya. Ternyata oh ternyata… Allah belum mengizinkan kami untuk menjadi sang juara. Kami pulang ke tanah kami dengan tangan hampa. Tetapi tak apa.
            Kesuksesan seseorang tidak dilihat dari berapa kali ia berhasil, tetapi berapa kali ia bangkit dari kegagalan. Karena kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Janganlah merasa rendah diri, karena masih banyak orang yang menginginkan berada di posisimu.
            Kini teman-teman seperjuanganku telah bersekolah di sekolah favorit. Maida Yuniar Benita bersekolah di SMA Negeri 1 Purwokerto jurusan Akselerasi. Dan Willy Aji Pangestu bersekolah di SMK Kehutanan Majalengka. Aku????






THE END
           

0 komentar:

Posting Komentar